Citalahab Sentral, Kampung Kecil di Jantung Gunung Halimun
Kampung Citalahab Sentral

Di balik kepungan peradaban jalan lintas Bogor – Sukabumi yang bising terdapat negeri kabut. Negeri tempat sebuah kampung bertahta di tubir enklave kebun teh yang purwa. Kebuh teh itu lalu dikepung oleh hutan hujan nan perawan.

Hutan perawan yang sedari pagi hingga sore hari senantiasa berselimutkan kabut yang dalam bahasa Sunda disebut Halimun. Selimut halimun itu sendiri melindungi diri dari bisingnya jalan antarkota, dengan lapis demi lapis punggungan bukit dan jurang.

Kampung di bibir kebun teh, di tengah hutan dan di bawah selimut halimun itu bernama Citalahab Central. Letaknya di jantung Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), sebuah hutan konservasi di perbatasan Jawa Barat – Banten.

Penunjuk arah ke Kampung Citalahab Sentral

Kampung itu kecil, tersusun atas 18 rumah tembok bercampur kayu sederhana beratapkan asbes. Namun, kampung di lereng bukit yang cukup terjal dan mengapit anak Sungai Cikaniki yang berair jernih dan dingin itu cukup menyenangkan.

Pekarangan rumah di kampung ini umumnya berhiaskan tanaman aneka bunga seperti kembang sepatu, mawar, bakung dan perdu seruni. Ada juga yang menanam buah – buahan seperti nanas.

Pekarangan rumah di Kampung Citalahab Sentral

Jumlah penghuni kampung ini sekitar 60 orang yang saling bersaudara dan berkerabat.

Sejak tahun 1997, warga Citalahab Sentral telah terbiasa menyewakan kamar rumah mereka bagi pengunjung. Urusan makan yang bisa disediakan oleh tuan rumah, namun untuk hal ini pengunjung  harus mengabari minimal 3 hari sebelum kedatangan kepada tuan rumah agar menu makanan bisa disiapkan sebelumnya.

Umumnya mereka yang datang ke Kampung Citalahab Central adalah wisatawan yang ingin menikmati keindahan hutan atau peneliti yang melakukan riset terhadap keunikan hutan Gunung Halimun.

Kedatangan kami ke Kampung Citalahab Sentral bertepatan dengan libur tahun baru. Rumah warga yang menyediakan kamar bagi wisatawan semuanya telah penuh terisi. Mobil, motor meramaikan pekarangan yang biasanya sepi.

Motor – motor pengunjung terparkir di pekarangan rumah warga

“setiap musim libur sekolah, setiap rumah di kampung pasti penuh dengan tamu wisatawan. Sekarang aja sudah tidak ada lagi yang kosong” kata Pak Suryana

Kamar – kamar yang disewakan warga itu sederhana namun bersih. Umumnya berdinding papan dan berlantai kayu. Tempat tidurnya berupa Kasur busa dilengkapi dengan selimut untuk mengurangi rasa dingin di malam hari.

About Author

client-photo-1
M. Catur Nugraha
Masih bekerja sebagai Naval Architect Engineer di salah satu perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konstruksi bangunan lepas pantai sejak tahun 2012. Kecintaan kepada kampung halamannya membuat ia memutuskan untuk mendirikan Jelajah Sumbar dengan tujuan memperkenalkan keindahan Bumi Ranah Minang ke khalayak ramai dan mengajaknya untuk berkunjung ke Sumbar. Ia sangat menyukai traveling. Perjalanan yang paling ia senangi antara lain mendaki gunung, trekking ke air terjun, dan berkemah di pulau – pulau kecil. Ia juga gemar menuliskan cerita perjalanannya dan memotret obyek yang ditemuinya. Cita – citanya : menjadikan Sumatera Barat dan Wisata Padang sebagai salah satu destinasi pilihan favorit bagi wisatawan lokal maupun wisatawan Internasional.

Comments

January 18, 2017
Sya selalu jatuh cinta dengan konsep wisata berbasis komunitas sprti ini.....
Harlie Febrilliant
March 12, 2019
Pertama kali saya ke Citalahab tahun 2018, dan sejak itu saya memutuskan harus kembali ke tempat ini minimal setahun sekali Insha Allah. Citalahab terlalu sempurna untuk dikeluhkan

Leave a Reply

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.