Dikala Musim Penghujan, Kami Mendaki Gunung Prau
Foto Puncak Gunung Prau

Awal Cerita

Bulan November dimana awan dilangit sedang senang – senangnya membawa air untuk ditumpahkan ke bumi Indonesia, Tiba – tiba saja saya mendapatkan sebuah pesan singkat dari aplikasi WhatsApp, pesan tersebut dikirim oleh Ci Novi, ia meminta kepada saya untuk menjadi team leader untuk pendakian Gunung Prau bersama teman – temannya.

Ci Novi adalah teman sependakian saat mendaki Gunung Papandayan beberapa bulan silam. Sebagai teman yang baik saya menyanggupi permintaannya tersebut, lagipula saya sudah hafal dengan medan dan jalur menuju Puncak Gunung Prau.

Seminggu menjelang pendakian ternyata teman – teman Ci Novi membatalkan rencananya. Tidak ingin terlalu lama kecewa saya membantunya mencari teman untuk pendakian kali ini. Saya mengumumkan ke berbagai forum ajakan pendakian bersama Gunung Prau. Hasilnya kami mendapatkan tambahan anggota yang siap untuk ikut, mereka adalah Andrew, Kholis, Fajar, Jiuni Yang, Resti dan pasangannya.

Menuju Gunung Prau

Karena mayoritas dari team pendakian ini adalah pekerja kantoran, tentunya kami harus mencari cara yang sesuai, maksudnya kami harus mendapatkan kereta api atau bus yang memulai keberangkatan usai jam kerja. Dan untuk perjalanan ini caranya adalah sebagai berikut:

  • Bus Damri, berangkat dari Pool Damri Kemayoran jam 20.00, harga tiketnya Rp 120.000* untuk kelas eksekutif.

Note : sebenarnya banyak bus dari Jakarta ke Wonosobo, namun umumnya keberangkatan mereka sebelum jam lima sore yang tidak cocok bagi pekerja kantoran

  • Mikrobus, Terminal Mendolo – Dieng

Note : kebetulan ada mikrobus yang lagi ngetem, jadi kami sewa aja langsung dengan ongkos tiap orangnya Rp 20.000*. Jika datang secara rombongan bisa lakukan seperti ini. Namun bagi mereka yang datang dalam jumlah sedikit dari Terminal Mendolo harus naik angkot atau mikrobus sampai RSU Setyonegoro, dari RSU tersebut lanjut lagi dengan naik mikrobus tujuan Dieng.

 

Tiket Masuk Gunung Prau

Terdapat beberapa jalur untuk menuju Puncak Gunung Prau. Untuk pendakian ini kami memilih jalur Dieng Wetan dengan alasan medan di jalur ini tidak terlalu berat bagi pemula walau hal itu harus dibayar dengan waktu tempuh yang lebih lama dibandingkan jalur Patak Banteng.

Tiket masuk atau retribusi Gunung Prau via Dieng Wetan adalah Rp 4.000* per orang.

 

Catatan Perjalanan Menuju Puncak Gunung Prau

Setelah menikmati perjalanan lebih dari 12 jam dengan bus Damri ditambah 1,5 jam dengan mikrobus. Kami pun tiba di Dieng, sebuah dataran tinggi yang sangat dikenal sebagai daerah wisata yang memiliki tempat cantik mulai dari kawah, telaga, candi, goa, dan bukit untuk melihat sunrise, semua ada disini.

Usai menempuh perjalanan yang cukup panjang kami istirahat sekaligus makan siang terlebih dahulu di Homestay Bu Djono yang juga membuka restoran di lantai dasarnya. Meski berada di lokasi wisata namun harga makanan di restoran ini sangat terjangkau.

Makan siang di Restoran Bu Djono

Makan siang selesai, sebelum memulai pendakian kami kembali repacking isi di dalam tas agar lebih nyaman lagi saat dibawa nanti. Ketika kami baru saja akan memulai pendakian tiba – tiba hujan turun dengan derasnya. Kami memilih bertahan di dalam restoran Bu Djono hingga hujan reda.

Hampir dua jam kami menunda pendakian, akhirnya tepat jam 15.30 hujan mereda. Kami memulai langkah untuk mendaki Gunung Prau. Kami berjalan di sebuah tanjakan menuju SMPN 2 Kejajar, baru tiba di SMP tersebut sudah cukup menguras tenaga namun pemandangan dari depan SMP ini sudah cukup menjadi obat lelah bagi kami.

Hujan reda, saatnya beraksi

Dari SMP ini kami lanjutkan lagi perjalanan melewati perkebunan sayur – sayuran milik warga yang didominasi oleh kentang, memang Dieng adalah penghasil kentang terbesar di Indonesia.

Kanan kiri ladang kentang, eh tapi kayaknya ini habis panen deh

Satu jam perjalanan, kami sampai di Pos 1 yang berupa gubuk kecil dari bambu, istirahat sejenak kemudian lanjut lagi, perkebunan sayur berganti menjadi hutan, karena baru saja diguyur hujan maka jalur menjadi licin. 1 jam dari pos 1 sampailah kami di pos 2 berupa tanah datar yang tidak luas dan banyak pohon – pohon cemara.

Pos Dua

Warna gelap mewarnai langit ketika kami mulai berjalan kembali dari Pos 2 menuju Pos 3. Masing – masing dari kami mengeluarkan senter atau head lamp. Perjalanan menuju pos 3 adalah rute terberat karena jalur yang sangat menanjak, licin serta harus hati – hati sebab terdapat kabel dengan tegangan tinggi. Di pos 3 terdapat bangunan yang digunakan sebagai radio repeater dan disini juga terdapat beberapa menara atau tower pemancar.

Sampai di pos 3, kami istirahat cukup lama, karena kini medannya sudah terbuka sehingga angina yang berhembus menyentuh badan sangat terasa sekali dinginnya, kami pun mengeluarkan jaket untuk mengurangi rasa dingin. Dari Pos 3, kami turun kemudian menanjak lagi. Setelah tanjakan tersebut maka sampailah kami di bukit teletubbies namun karena sudah malam tidak nampak keindahannya.

Jalur kini semakin bersahabat, memudahkan kami untuk terus melangkah. Akhirnya setelah hampir 5 jam pendakian kami tiba di puncak Gunung Prau yang juga merupakan camping ground bagi pendaki.

Segera kami dirikan 3 tenda, setelah tenda berdiri kami mengeluarkan logistik untuk dimasak menggunakan Trangia. Usai makan malam, kami masuk ke dalam tenda masing – masing untuk istirahat lagipula saat itu angin malamnya sangat dingin jadi kami tak kuat bertahan terlalu lama di luar tenda.

Masak untuk makan malam bersama

Sunrise di Puncak Gunung Prau

Meski baru jam 04.30, suasana diluar sudah ramai. Para pendaki sedang mencari spot terbaik untuk mendapatkan golden sunrise. Kami tak mau ketinggalan dengan pendaki lainnya, kami pun mencari spot yang tidak begitu ramai.

Suasana Puncak Gunung Prau yang selalu ramai meski saat itu musim hujan

Setelah menunggu, akhirnya jam 05.15 sang mentari muncul memberikan cahayanya yang hangat. Kami sangat beruntung karena mendapatkan cuaca yang cukup cerah di pagi itu. Puas melihat sunrise, kami keliling sekitar Puncak Prau mencari tempat yang bagus untuk dijadikan latar foto. Setelah itu kembali ke tenda dan masak – masak untuk sarapan.

Sunrise Gunung Prau kala itu

 

Kembali Turun Via Jalur Kalilembu

Setelah sarapan kami membereskan tenda dan sampah – sampah yang dihasilkan dari kemping ini. Bukankah kita dihimbau untuk tidak meninggalkan apapun kecuali jejak?

jam 09.30 kami kembali turun, kali ini melewati Jalur Kalilembu. Jalur yang belum pernah saya lewati sebelumnya. Jadi pada saat akan sampai di Pos 3, terdapat jalur yang menurun ke kiri, ikuti terus jalur tersebut nantinya sampai di perkebunan warga, setelah perkebunan maka akan sampai di pemukiman warga yang merupakan Desa Kalilembu.

Kembali turun via Kalilembu
Selamat tinggal Gunung Prau, semoga bisa berjumpa kembali

Disini harus banyak – banyak bertanya sebab agak sulit jika baru pertama kali karena banyak gang – gang kecil yang terkadang buntu. Kami aja nyasar dan justru sampai di basecamp Batak Banteng.

Baru saja tiba di basecamp hujan turun lagi, kami pun singgah terlebih dahulu di toko manisan carica “Murni Alami” dan mencicipi manisan tersebut, rasanya manis seperti mangga dan air manisannya juga menyegarkan apalagi jika disajikan dingin.

Kembali ke Jakarta

Setelah hujan reda kami bersama kelompok pendaki lainnya mencharter mikrobus untuk mengantarkan kami sampai Terminal Mendolo, ongkosnya per orang Rp 15.000, sayangnya biar dicharter sang sopir tetap menaikan turunkan penumpang yang lain.

Akhirnya jam 14.45 kami sampai di Terminal Mendolo, melapor kepada agen bus Rosalia Indah yang sebelumnya sudah kami beli tiketnya seharganya Rp 130.000*. Jam 15.30, bus keluar dari Terminal Mendolo, berangkat menuju Jakarta dan Kami pun sampai di Terminal Lebak Bulus pada jam 04.30

 

Tips Pendakian Gunung Prau

  • Sebaiknya pada saat mencharter mikrobus lakukan di luar terminal, sebab kalo di dalam terminal maka harga yang ditawar adalah harga calo yang lebih mahal, malah jika si calo itu tau kamu baru pertama kali kesana maka harganya bisa “digetok”
  • Gunung Prau tidak memiliki sumber air sehingga harus membawa persediaan air yang cukup agar tidak dehidrasi
  • Siapkan jas hujan, sebab di Dieng curah hujannya cukup tinggi terlebih jika sudah masuk musim hujan dimana hampir selalu setelah jam 12 siang hujan deras.

 

Oleh – oleh usai mendaki Gunung Prau

Di sekitar basecamp Patak Banteng banyak toko – toko yang menjual manisan carica yang merupakan oleh – oleh khas Dieng, untuk cup kecil dihargai Rp 3000* sedangkan untuk cup medium Rp 5000*. Jadi setelah mendaki, kita bisa membeli manisan carica tersebut untuk dijadikan buah tangan.
* harga sewaktu – waktu bisa berubah

 

About Author

client-photo-1
M. Catur Nugraha
Masih bekerja sebagai Naval Architect Engineer di salah satu perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konstruksi bangunan lepas pantai sejak tahun 2012. Kecintaan kepada kampung halamannya membuat ia memutuskan untuk mendirikan Jelajah Sumbar dengan tujuan memperkenalkan keindahan Bumi Ranah Minang ke khalayak ramai dan mengajaknya untuk berkunjung ke Sumbar. Ia sangat menyukai traveling. Perjalanan yang paling ia senangi antara lain mendaki gunung, trekking ke air terjun, dan berkemah di pulau – pulau kecil. Ia juga gemar menuliskan cerita perjalanannya dan memotret obyek yang ditemuinya. Cita – citanya : menjadikan Sumatera Barat dan Wisata Padang sebagai salah satu destinasi pilihan favorit bagi wisatawan lokal maupun wisatawan Internasional.

Comments

January 12, 2018
Sunrise nya bagus banget di gunung prau .
January 12, 2018
Tergantung musimnya juga, kaka
January 12, 2018
Hebat ka , jangan mau kalah sama hujan .

Leave a Reply

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.