Bukit Bendera Bayang, Kalibiru Ala Pesisir Selatan Sumbar
image of 1140x530

Setelah berhasil menggapai puncak Gunung Marapi, saya kembali ke Padang. Istirahat satu hari memulihkan tenaga setelah dua hari berjuang melawan rasa lelah letih dan dinginnya suasana gunung, Hari itu langit nampak sangat cerah, tenaga yang kembali prima menjadi kombinasi yang pas untuk kembali berpetualang.

Tujuan saya kali ini adalah mengunjungi beberapa obyek wisata yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan, salah satunya adalah Bukit Bendera yang berada di daerah Lubuk Pasing, Nagari Talaok, Kecamatan Bayang.

Dari Kota Padang saya memacu sepeda motor matic saya menuju Teluk Bayur, lalu melintasi Jalan Raya Padang – Painan, Tarusan hingga sampailah saya di pertigaan Pasar Baru kemudian mengambill arah kiri atau jalan menuju ke obyek wisata Jembatan Akar Bayang. Dari pertigaan tersebut kira – kira 10 Km lagi baru sampai di Bukit Bendera yang berada di sisi kanan jalan.

Dari Pertigaan Pasar Baru sekitar 10 Km lagi
Dari Pertigaan Pasar Baru sekitar 10 Km lagi

Sesampainya di kaki Bukit Bendera, saya parkirkan motor kemudian menuliskan nama kepada petugas lalu membayar retribusi sebesar Rp 2.000, murah banget. Untuk parkirnya gratis.

Saya datang ketika hari sangat terik, sekitar jam 11an sehingga ketika itu belum banyak pengunjung yang datang tapi ini yang saya cari, suasana sepi. Karena saya sudah terbiasa berteman dengan dia. Eh kok malah curhat.

Di titik awal pendakian terdapat plang – plang berisikan ucapan selamat datang di Bukit Bendera, biasanya muda mudi yang mau naik pada berebut foto – foto di plang tersebut. Kalo saya, karena sendirian jadi langsung aja mulai nanjak.

Titik awal pendakian Bukit Bendera
Titik awal pendakian Bukit Bendera

Bukit Bendera memiliki ketinggian puncak sekitar 400 mdpl, jika berjalan dengan santai kita bisa sampai di puncaknya sekitar 15 – 30 menit. Jalur sudah ditata dengan baik oleh pengelola. Di setiap akhir tanjakan dipatok tanda puncak, total terdapat 15 tanda puncak yang berarti ada 15 tanjakan yang harus dilalui. Biasanya di tiap tanda patok puncak terdapat pesan – pesan singkat yang berisikan tentang semangat atau penghinaan terhadap kaum jomblo seperti “yang jomblo mana suaranya” membacanya cukup menyebalkan. Huh..

Plang - plang seperti dapat ditemukan di tiap akhir tanjakan
Plang – plang seperti dapat ditemukan di tiap akhir tanjakan

Setelah berjalan santai selama 20 menit akhirnya tibalah saya di puncak Bukit Bendera yang ditandai dengan tiang bendera dengan bendera merah putih berukuran besar yang berkibar kesana kemari mengikuti arah angin.

Tiba di puncak Bukit Bendera
Tiba di puncak Bukit Bendera

Seorang ibu penjual minuman ringan menyapa saya dengan senyum manisnya, Ibu En namanya. “Sendirian aja?” itulah kalimat pembuka obrolan kami. Entah, sudah tak terhitung lagi pertanyaan seperti itu diarahkan ke saya. “Iya, bu, sendirian aja” jawab saya. Setelah itu Suasana semakin akrab.

“Dulu Bukit Bendera ini ramai, tapi sekarang anak – anak yang kemari sudah mulai kurang” keluh Ibu En. Nampaknya segala hal yang terkenal secara instan maka akan dengan mudah ia dilupakan, hal itu tidak hanya berlaku untuk artis saja nama juga bagi sebuah obyek wisata. Sejak sosial media menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari – hari, orang – orang akan berlomba – lomba mencari spot yang dianggap cantik, mengambil foto, selfie lalu upload dengan berbagai hastag-nya. Orang – orang yang melihat tertarik juga untuk melakukan hal yang sama. Kemudian tempat yang dulunya sunyi berubah menjadi ramai. Kedatangan manusia biasanya diiringi dengan meninggalkan jejak, beda halnya dengan binatang yang hanya memberikan jejak langkah. Manusia yang diberi label makhluk paling sempurna ini biasanya meninggalkan jejak berupa sampah hingga akhirnya tempat yang semula cantik berubah menjadi neraka. Orang – orang pun mulai meninggalkan si cantik yang telah ternodai.

Bangku santai di puncak Bukit Bendera
Bangku santai di puncak Bukit Bendera

“Ah, tapi kan ini sepi karena memang waktunya aja yang masih siang dimana sinar matahari sangat buas menjilat kulit” pikir saya dalam hati.

“Hai sang merah putih, tak lelah kah kau berkibar di ujung tiang” Bendera Indonesia terus berkibar mengikuti arah angin. Bendera, nama yang disematkan untuk bukit ini. Penamaan ini memang berkaitan dengan sejarah yang terjadi pada bukit ini. Dulu pada masa penjajahan bukit ini dijadikan tempat meninjau para penjajah yang masuk karena memang dari puncak bukit ini kita akan dengan leluasa melihat seluruh Nagari Bayang. Apabila penjajah masuk ke darah Bayang maka bendera ini diturunkan sebagai kode bahwa ada musuh, dan apabila penjajah tidak ada maka bendera akan kembali berkibar.

Kenapa bukit bersejarah ini kemudian menjadi obyek wisata yang hits? Kalau menurut saya karena memang pemandangan disini keren banget selain itu keberadaan rumah pohon lah yang membuat orang – orang berlomba – lomba menuju kesini. Tak kalah dengan Kalibiru Jogja, disini juga memiliki hal yang sama bahkan dari segi pemandangan lebih keren karena jika di Kalibiru hanya berlatarkan danau sedangkan disini berupa Samudera Hindia!

Pemandangan Nagari Bayang dilihat dari puncak Bukit Bendera
Pemandangan Nagari Bayang dilihat dari puncak Bukit Bendera
Rumah pohon di Bukit Bendera yang instagramable banget
Rumah pohon di Bukit Bendera yang instagramable banget

Rumah pohon ini mampu menopang orang mau selfie diatasnya sebanyak 5 orang. Keadaan rumah pohon di Bukit Bendera jika dibandingkan dengan Kalibiru sangat jauh. Di Kalibiru pihak pengelola sudah memperhatikan aspek keselamatan pengunjungnya dengan memberikan tali pengikat bagi pengunjung yang hendak berselfie di rumah pohon. Di Bukit Bendera hal itu belum ada, selain itu bambu – bambu yang menjadi penopang pada beberapa bagian sudah ada yang rusak sehingga bisa berpotensi menimbulkan kecelakaan. Semoga pihak pengelola ke depannya dapat lebih memperhatikan keselamatan pengunjungnya, namun apa yang bisa diharapkan dari uang masuk yang hanya Rp 2.000 per orang itu? Adakah jawabannya, atau jawabnya ada di ujung langit?

 

Ditulis oleh

Muhammad Catur Nugraha

Jika ingin berkomunikasi dengannya dapat menghubungi

Whatsapp : 08977257136

ID line : mcaturnugraha

Twitter : @mcaturnugraha

Instagram : @mcaturnugraha

About Author

client-photo-1
M. Catur Nugraha
Masih bekerja sebagai Naval Architect Engineer di salah satu perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konstruksi bangunan lepas pantai sejak tahun 2012. Kecintaan kepada kampung halamannya membuat ia memutuskan untuk mendirikan Jelajah Sumbar dengan tujuan memperkenalkan keindahan Bumi Ranah Minang ke khalayak ramai dan mengajaknya untuk berkunjung ke Sumbar. Ia sangat menyukai traveling. Perjalanan yang paling ia senangi antara lain mendaki gunung, trekking ke air terjun, dan berkemah di pulau – pulau kecil. Ia juga gemar menuliskan cerita perjalanannya dan memotret obyek yang ditemuinya. Cita – citanya : menjadikan Sumatera Barat dan Wisata Padang sebagai salah satu destinasi pilihan favorit bagi wisatawan lokal maupun wisatawan Internasional.

Comments

Leave a Reply

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.