Cerita Jum’at Sabtu Minggu Bersama Ayah di Belitung

1,5 bulan sudah ayah meninggalkan saya untuk selama – lamanya. Teman – teman saya yang bijak mencoba menghibur saya, mereka berkata ayah hanya berpindah ke dunia yang lain dimana kelak akan ada waktunya kita menyusul kesana.

Bagi saya, ayah adalah sahabat terbaik bagi anak laki – lakinya. Ayah saya adalah seorang pekerja keras. Ia bekerja sebagai guru. Pagi hingga siang, ia mengajar di SMP Negeri di bilangan Kebon Jeruk dan untuk mencukupi kehidupan kami sekeluarga, siang hari hingga petang ia mengajar di SMK Swasta di Tanjung Duren. Ayah luar biasa!

Memiliki seorang ayah yang bekerja sebagai guru sangat menyenangkan. Dulu, dulu sekali ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, ayah selalu menemani saya belajar hingga PR yang diberikan guru telah selesai saya kerjakan.

Selain itu di tiap akhir tahun pelajaran biasanya sekolah tempat ayah mengajar selalu mengadakan jalan – jalan baik itu bersama murid – muridnya atau hanya keluarga besar guru saja. Sejak kecil saya telah mengunjungi berbagai tempat wisata seperti Puncak Bogor, Cibodas, Ciater, Tangkuban Perahu, Maribaya, Yogyakarta bahkan hingga ke Bali. Foto – foto yang diambil dari kamera tustelnya masih tersimpan baik hingga saat ini.

Dulu, dulu sekali ayah menginginkan kelak salah satu anaknya bisa menjadi seorang insinyur. Mungkin terinspirasi dari Sinetron “Si Doel Anak Sekolahan” yang populer pada masa itu. Waktu terus berlalu hingga anak – anaknya dewasa dan ternyata saya lah yang berhasil mewujudkan impian ayah itu.

Teringat kisah masa kanak – kanak dimana ayah selalu membawa saya jalan – jalan di tiap akhir tahun pelajaran. Kini saya mencoba “membalasnya” walaupun saya tahu bahwa ini tidak akan mampu membayar semua kebaikan ayah.

Bersama Ayah ke Belitung

Kebiasaan saya di tengah waktu senggang adalah membuka laman penjualan tiket pesawat online salah satunya tiket.com yang kala itu sedang mengadakan promo berupa potongan harga sebesar Rp 100.000 untuk pembelian tiket Garuda Indonesia tanpa minimum pembelian.

Promo dari Tiket.com yang saya dapatkan waktu itu. Potongan Rp 100.000 untuk pembelian tiket Garuda Indonesia tanpa minimum pembayaran

Tak mau kehilangan kesempatan, saya segera memesan tiket tujuan Jakarta – Tanjung Pandan PP dan diam – diam saya juga memesannya untuk ayah. Kelak ketika pulang kerja nanti akan saya kabari bahwa bulan depan nanti kami akan terbang menuju Negeri Laskar Pelangi.

12 Juni 2015, pesawat Garuda Indonesia terbang di atas Laut Jawa menuju Tanjung Pandan. 45 menit kemudian kami telah sampai di Bandara HAS Hanandjoeddin Tanjung Pandan. Ayah berkata tak pernah ada dalam bayangannya jika ia bisa mengunjungi pulau yang dianugerahi dengan kekayaan timah ini.

Kami saat tiba di Bandara HAS Hanandjoeddin Tanjung Pandan, Belitung

 

Jelajah Belitung Selatan

Biasanya wisatawan yang datang ke Belitung di hari pertama akan menuju Belitung Timur dimana terdapat objek – objek wisata yang erat kaitannya dengan kisah Laskar Pelangi seperti Replika SD Muhammadiyah Gantong dan Museum Kata Andrea Hirata. Atau mereka akan ke Belitung Utara yang merupakan surga bagi pecinta wisata bahari dan pantai.

Tapi saya dan ayah memilih ke arah Selatan yang masih jarang dijamah wisatawan. Entahlah, kami penasaran dengan apa yang ada disana, sepertinya menarik untuk dilihat dari dekat.

Kami sangat menikmati perjalanan menuju Belitung Selatan. Di kiri kanan jalan terlihat rumah – rumah papan yang sudah sangat berumur dan warnanya sudah menjadi abu – abu, tanpa cat. Ada juga ladang – ladang yang ditanami dengan lada yang merupakan salah satu komoditas utama yang dihasilkan Belitung.

Sebuah batu granit raksasa tampak dari radius satu kilometer di jalan aspal yang terlihat masih baru.

“batu raksasa itu namanya Batu Beginde” kata sopir yang sepertinya tahu bahwa kami sedang penasaran dengan batu itu.

“batu beginde ada dua, yang ini batu laki dan yang satunya batu bini” lanjutnya lagi

Kami pun meminta berhenti sejenak untuk berfoto dengan latar Batu Beginde yang unik ini.

Foto bersama ayah dengan latar Batu Beginde

Usai berfoto, kami lanjutkan perjalanan kembali dan tak lebih dari 10 menit kami telah sampai di Pantai Penyabong. Angin kencang menyambut kedatangan kami. Sepi, tak ada orang lain selain kami. Suara laut berombak yang tak lelah menjilati pasir putih terdengar sangat merdu.

Saya dan ayah dengan semangat menaiki sebuah batu granit berukuran besar yang menjorok ke laut. Dari atas batu besar ini, kami bisa melihat dengan jelas garis pantai yang melengkung dengan air laut yang berwarna hijau toska.

Ayah dengan topi kebangaannya

Menjelang siang, rasa lapar mendera. Meski pantai ini relatif sepi namun tetap ada yang menjual makanan. Kami pun singgah di sebuah kedai yang menjual aneka olahan ikan seperti Ikan bakar, ikan asam pedas dan Gangan yang merupakan menu wajib di tiap rumah makan yang ada di Belitung.

Jelajah Belitung Timur

Hari kedua, usai sarapan di tempat kami menginap. Kami menuju Belitung Timur. Tapi sebelum benar – benar ke timur, kami singgah terlebih dahulu di Danau Kaolin yang merupakan bekas galian tambang kaolin. Entah mengapa kerusakan alam akibat aktivitas tambang justru menjadi sebuah objek wisata dan menjadi salah satu daftar tempat yang wajib dikunjungi kala liburan ke Belitung.

Singgah sebentar di Danau Kaolin

Jalan – jalan di Belitung terasa sangat menyenangkan karena kondisi jalan sangat baik, selain itu tentunya karena disini tidak ditemukan macet sama sekali!

Obyek wisata yang pertama kali kami kunjungi adalah Replika SD Muhammadiyah Gantong. Bagi ayah yang seorang guru, replika SD Muhammadiyah sangat menarik. Ayah nampak begitu menghayati saat melihat bangunan yang berdiri di atas bukit tanah lapang berpasir putih ini.

“Catur lihat, dengan sekolah seperti ini saja mereka (Laskar Pelangi) bisa bangkit, apalagi kamu” kata ayah

Selanjutnya kami beranjak menuju Museum Kata Andrea Hirata, museum yang diklaim sebagai museum literasi pertama di Indonesia. Isi museum ini sangat rancak dan menarik untuk difoto. Di museum ini terdapat lebih dari 200 literatur dari berbagai genre seperti literature musik, film, anak, seni, hingga literatur arsitektur. Meski banyak memasukan karya penulis luar, kearifan lokal tidak luput dihadirkan di museum ini.

Ayah yang senang sekali membaca

Dalam museum ini bisa dijumpai juga berbagai foto yang merupakan potongan – potongan adegan dalam film Laskar Pelangi maupun Sang Pemimpi.

Meniru salah satu adegan Sang Pemimpi

Mengeksplore Pulau – pulau Kecil Eksotis di Utara Belitung

Dari timur sekarang saatnya ke utara dimana berdiam pulau – pulau kecil eksotis yang dijaga oleh bebatuan granit berukuran besar.

Kami memulai perjalanan dari Pantai Tanjung Kelayang. Dengan kapal kayu berukuran sedang bermesin 40 PK kami mengarungi lautan yang nampak tenang kala itu.

Hari itu kami mengunjungi Pulau Pasir, sebuah gosong atau pasir putih yang timbul pada saat air laut surut. Pulau Batu  Berlayar yang hanya berupa gosong namun diatasnya tertancap batu – batu granit berukuran besar dan lebar layaknya layar sebuah kapal.

Pulau Kepayang, melihat konservasi penyu sisik hijau dan makan siang. Dan yang paling berkesan adalah saat mengunjungi Pulau Lengkuas. Seperti yang saya ceritakan di awal cerita, kami pergi pada tahun 2015. Usia ayah sudah 61 tahun, namun waktu itu ia nampak semangat mengajak saya menaiki mercusuar di Pulau Lengkuas.

Eksis dulu di Pulau Lengkuas sebelum naik ke mercusuar

Wisatawan lainnya terheran – heran kala melihat ayah yang masih gagah menaiki anak – anak tangga mercusuar. Ayah pun berhasil mencapai puncak mercusuar yang memiliki tinggi lebih dari 50 meter ini.

Bukan perkara sulit bagi ayah menaiki mercusuar yang memiliki 17 lantai ini

Menanti Senja di Pantai Tanjung Tinggi

Usai mengeksplore pulau – pulau eksotis, kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai Tanjung Tinggi. Sebuah pantai yang keindahannya baru diketahui banyak orang paska dijadikan sebagai latar di salah satu adegan Film Laskar Pelangi.

Pantai Tanjung Tinggi merupakan salah satu tempat terbaik di Belitung untuk menyaksikan panorama matahari terbenam. Di sore hari pantai ini ramai dikunjungi oleh wisatawan, sepertinya ia adalah tempat yang sempurna untuk menutupi hari.

Rasanya senang sekali bisa membawa ayah jalan – jalan ke Belitung. Di tengah suasana sore yang syahdu itu ingin sekali saya katakan kepada ayah “Catur sayang ayah” namun hingga akhirnya ayah dipanggil oleh-Nya tak sempat sekalipun kata itu terucap.

Ketika itu ingin sekali ku ucapkan “Catur sayang ayah”

Kisah petualangan antara saya dan ayah tidak hanya terhenti di Belitung saja. Setelah Belitung, kami telah mengeksplore Makassar hingga Tanjung Bira, eksplore Pulau Kelor – Onrust – Cipir, eksplore Pulau Pagang – Pasumpahan – Pamutusan di Sumatera Barat dan terakhir perjalanan dari Jakarta menuju Banda Aceh hingga Lhokseumawe di akhir Januari 2017 yang basah, perjalanan yang sangat istimewa.  Kala itu ayah dan ibu, menemani saya untuk melamar seorang gadis yang kini telah menjadi istri saya.

Tulisan ini hanyalah bentuk kerinduan dari anak laki – laki kepada ayahnya. Anak laki – lakinya yang kini sedang dalam status sebagai calon ayah dari bayi yang berada di kandungan istrinya.

Selamat jalan ayah. Sampai jumpa nanti di kehidupan setelah mati. Selamat jalan, ayah. Semoga perjalanan mu menyenangkan ke atas sana. Aku akan terus mendo’akan mu dari sini agar menjadi amalan mu yang tak kunjung putus. Akan selalu ku ingat nasihat, petuah yang pernah engkau sampai kepada ku. Kita tidak akan bisa jalan – jalan bersama lagi, mengunjungi tempat – tempat indah yang ada di negeri ini. Kita akan kembali berjalan bersama lagi di Surga nanti. Aamiin.

About Author

client-photo-1
M. Catur Nugraha
Masih bekerja sebagai Naval Architect Engineer di salah satu perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konstruksi bangunan lepas pantai sejak tahun 2012. Kecintaan kepada kampung halamannya membuat ia memutuskan untuk mendirikan Jelajah Sumbar dengan tujuan memperkenalkan keindahan Bumi Ranah Minang ke khalayak ramai dan mengajaknya untuk berkunjung ke Sumbar. Ia sangat menyukai traveling. Perjalanan yang paling ia senangi antara lain mendaki gunung, trekking ke air terjun, dan berkemah di pulau – pulau kecil. Ia juga gemar menuliskan cerita perjalanannya dan memotret obyek yang ditemuinya. Cita – citanya : menjadikan Sumatera Barat dan Wisata Padang sebagai salah satu destinasi pilihan favorit bagi wisatawan lokal maupun wisatawan Internasional.

Comments

Leave a Reply

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.