Ini Cerita Pendakian Pertama ku, mana cerita pendakian mu?
image of 1140x530

Mendaki gunung saat ini telah menjadi bagian hidup bagi para remaja. Hal ini bisa dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah kunjungan hampir di seluruh gunung yang ada di Indonesia.

Setiap pendaki tentunya memiliki debut dalam pendakiannya. Saya “agak” sedikit bangga karena memulai pendakian sebelum munculnya film – film bertemakan gunung dalam artian ketika itu mendaki gunung masih belum menjadi trend seperti saat ini.

Pendakian pertama saya mulai pada Januari 2011, dan gunung pertama yang saya sentuh puncaknya ialah Gunung Lawu yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur

Cerita Perjalanan

Suasana diskusi yang tenang di malam itu, bersama santri PESMA SDM IPTEK, kami sedang membahas acara rihlah (artinya perjalanan), terdapat beberapa usulan tempat yang akan kami datangi.

Hasil akhir diskusi ternyata memutuskan bahwa rihlah kali ini ialah melakukan pendakian Gunung Lawu, sama seperti yang dilakukan oleh angkatan sebelum kami. Pendakian akan dilakukan ketika libur semester ganjil.

Menuju Solo

Selepas Shalat Isya, kami telah berkumpul di aula al-azhar (aula serbaguna di asrama kami) memeriksa barang bawaan sebelum berangkat ke Terminal Bungur Asih. Setelah dirasa lengkap berangkatlah kami menggunakan sepeda motor masing – masing.

Sampai di Terminal, kami langsung mencari bus AC Tarip Biasa (ATB) yang menuju Solo, karena yang saat itu ada Sumber Kencono ya sudah kita naik bus yang sangat akrab bagi warga Jawa Timur ini. Kalo gag salah bis berangkat sekitar jam 12an malam dan tiba di Terminal Tirtonadi Solo jam 05.30

Dari Terminal Tirtonadi perjalanan kami lanjutkan menuju Kalioso, tepatnya ke rumah orangtua mas cahyo (supervisor kami waktu itu), kami akan istirahat terlebih dahulu disana. Orangtua mas cahyo menyambut kami dengan ramah dan sudah menyiapkan sarapan untuk kami.

Asik, asik dapat makan gratis, buat kami yang kala itu masih berstatus mahasiswa tentunya senang banget dengan hal seperti ini, dalam sekejap sarapan habis oleh kami. Usai sarapan datanglah Cak Minud dan Agus BR yang datang dari Magetan. Hampir lengkap anggota asrama yang ikut dalam pendakian ini, namun sayangnya ada beberapa yang tidak bisa ikut dengan alasan masih berada di kampungnya masing – masing dan tidak mendapatkan izin dari orangtua.

Siang harinya kami kembali ke Terminal Tirtonadi, dan kami naik bus yang livery-nya mirip – mirip Rosalia Indah, namanya Rukun Sayur. Bus ini akan membawa kami ke Pesantren Isy Karima, tempat Mujahid menimba ilmu saat SMA dan berhasil menjadi Hafidz.

Kami sampai pada sore harinya, pesantren ini letaknya di Karang Pandan, Karanganyar. Dibawah kaki gunung  mebuat udaranya di pesantren ini sejuk banget. Disini kami telah disediakan tempat untuk beristirahat. Mujahid sudah menyiapkan semuanya untuk kami, luar biasa.

Kami saat tiba di Ponpes Isy Karima
Kami saat tiba di Ponpes Isy Karima

Setelah shalat isya, kami berkumpul bersama, ternyata salah satu ustadz di pesantren itu memberikan kami briefing sebelum pendakian. Intinya pendakian ini bukan hanya sekedar cari senang, atau senda gurau saja, tapi ambil hikmahnya, dan takjublah terhadap ciptaan Allah. Bertahmid ketika mendapatkan kemudahan, dan bertakbir saat mendapatkan kesulitan seperti menghadapi tanjakan terjal. Masih banyak lagi pesan – pesan dari Ustadz itu.

Kemudian sekitar jam 10an malam, kami naik elf yang sudah di charter sebelumnya oleh Mujahid. Kami akan menuju Cemoro Sewu, pos pendakian Gunung Lawu. Selain Cemoro Sewu, kita juga bisa memulai dari Cemoro Kandang namun  ketika itu jalur tersebut  ditutup akibat banyaknya pohon yang tumbang.

Kami sampai jam 11an malam. Setelah mendaftar  kepada petugas dan mengecek segala persiapan kami siap memulai pendakian, Bismillahirrahmanirrahim…

Tiba di pos pendakian Cemoro Sewu Gunung Lawu Jawa Timur
Tiba di pos pendakian Cemoro Sewu Gunung Lawu Jawa Timur

Tap tap tap.. langkah pelan perlahan namun pasti. Jalur Cemoro Sewu ini berupa jalan setapak berbatu yang sudah tertata rapi. Kemudian awal – awal pendakian ditumbuhi banyak pohon Cemara itulah mengapa disebut Cemoro Sewu. Karena banyak pohon cemara kalo ada angin  yang menerpa pohon akan berbunyi suara gitu, hasil gesekan antara daun – daunnya.

Awal pendakian masih aman, hingga di pos 3 hujan lebat turun. Pos 3 penuh dengan para pendaki yang berteduh. Salah banyak (bukan salah satu ya) dari mereka adalah pecinta alam dari SMP (saya lupa nama SMP nya) mereka sedang menjalani semacam diklat sebelum diangkat menjadi anggota. Beberapa pendaki wanita belia unyu kedinginan, dan wajahnya terlihat pucat, saya heran dengan si ketua yang hanya asik ngobrol tanpa mempedulikan teman – temannya khususnya yang cewe. Tak tega dengan keadaan seperti itu kami keluarkan kompor, dan memasak air serta jahe merah yang kami berikan kepada pendaki wanita belia unyu yang kedingan itu. Alhamdulillah, keadaan mulai membaik. Efek dari air jahe hangat membuatnya tidak kedinginan lagi. Hujan pun telah reda. Karena dirasa waktu sudah shubuh maka kami shalat shubuh terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan.

Kami melanjutkan perjalanan dibagi menjadi 2 tim yaitu tim lambat dan tim cepat. Saya dan Faishal yang bertubuh agak tambun itu masuk kedalam tim lambat. Kami tertinggal jauh dengan tim cepat. Namun kami juga ditemani oleh Mujahid dan Mas Cahyo yang sudah mendaki Gunung Ini berkali – kali jadi walau kami tertinggal kami rasa cukup aman.

Mujahid, seorang hafidz yang menjadi team leader di pendakian ini
Mujahid, seorang hafidz yang menjadi team leader di pendakian ini

1,2,3,4 dan 5 langkah kami berhenti, pendakian ini rasanya cukup berat bagi kami yang baru pertama kali mendaki gunung. Faishal nampak terengah – engah mengambil nafas, dilihat dari wajahnya nampak lelah namun tekadnya untuk mencapai puncak di debut pendakian tetap ada.

Break terus, maklum newbie
Break terus, maklum newbie

Saya setia menunggu sampai ia mulai kuat untuk kembali berjalan. Dan sampailah kami di Sendang Drajad yang dianggat keramat itu, banyak koin – koin didalam sendang itu entah apa maksudnya. Kami lanjutkan perjalanan dan bertemu lah dengan teman – teman tim cepat. Rupanya mereka sudah sampai puncak dan sedang beristirahat. Artinya Saya dan Faishal tertinggal sangat jauh dari mereka. Kami berusaha membujuk salah satu dari mereka untuk menemani kami ke puncak tapi karena mereka sudah kesana jadi gag ada yang mau, huft.. disinilah saya mulai mengerti salah sau makna dari sebuah pendakian, karena ketika di gunung sifat dan karakter asli seseorang akan nampak.

Dengan tekat yang kuat kami berangkat menuju puncak, awalnya kami ditemani juga sama Mas Cahyo tapi tiba – tiba Mas Cahyo kebelet, ya sudahlah.

Saat menuju puncak kabut datang, pandangan agak terhalang. Tapi ada satu hal yang menarik yaitu kami ditemani oleh seekor burung berwarna hitam dan paruh kuning ia adalah Jalak Lawu, ia terbang dan hinggap di depan kami, ketika kami sudah mendekatinya ia hanya terbang rendah dan kembali hinggap. Dan seterusnya, sepertinya ia memberi tahu kami jalan ke puncak. Dan tibalah kami di puncak, masih ditemani sang burung, aku sempat menfoto burung yang menemani kami ini.

Burung Jalak Lawu yang menemani kami hingga ke puncak
Burung Jalak Lawu yang menemani kami hingga ke puncak

Alhamdulillah, rasanya haru sekali, di pendakian yang pertama kami atas Izin Allah bisa berdiri di puncak. Nama puncak ini Hargo Dumilah dengan ketinggian 3265 mdpl. Alhamdulillah, Alhamdulillah ya Allah. Faishal mungkin juga tidak akan menyangka ia akan berhasil hingga puncak. Dan rasanya tak lengkap jika kami tidak mengabadikan foto disini.

Saya dan Faishal berhasil mencapai puncak pada pendakian debut ini
Saya dan Faishal berhasil mencapai puncak pada pendakian debut ini

Setelah puas dengan berfoto di puncak kami pulang kembali ke Cemoro Sewu, kami tidak mendirikan tenda atau nge-camp disana, hanya pendakian tek-tok saja. Itulah kenapa saya merasa dipendakian tersebut ada hal yang kurang jadinya suatu saat nanti aku akan kembali ke Gunung Lawu, Insha Allah.

Pemandangan seperti ini yang membuat rindu untuk kembali mendaki gunung
Pemandangan seperti ini yang membuat rindu untuk kembali mendaki gunung

About Author

client-photo-1
M. Catur Nugraha
Masih bekerja sebagai Naval Architect Engineer di salah satu perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konstruksi bangunan lepas pantai sejak tahun 2012. Kecintaan kepada kampung halamannya membuat ia memutuskan untuk mendirikan Jelajah Sumbar dengan tujuan memperkenalkan keindahan Bumi Ranah Minang ke khalayak ramai dan mengajaknya untuk berkunjung ke Sumbar. Ia sangat menyukai traveling. Perjalanan yang paling ia senangi antara lain mendaki gunung, trekking ke air terjun, dan berkemah di pulau – pulau kecil. Ia juga gemar menuliskan cerita perjalanannya dan memotret obyek yang ditemuinya. Cita – citanya : menjadikan Sumatera Barat dan Wisata Padang sebagai salah satu destinasi pilihan favorit bagi wisatawan lokal maupun wisatawan Internasional.

Comments

Leave a Reply

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.