Ketika Setu Babakan Serasa Ranu Kumbolo

Saat saya menulis cerita tentang Setu Babakan ini, perasaan saya sedang senang – senangnya. Baru satu bulan menikah, istri saya sudah positif hamil. Alhamdulillah, kami langsung diberi amanah besar ini oleh Allah. Kebahagiaan yang tak terkira.

Ibu – ibu hamil biasanya menginginkan sesuatu yang katanya harus dituruti alias ngidam. Pun begitu dengan istri saya.

”bang, adek mau jambu air” pintanya sambil mengiris wortel kecil – kecil

Setahu saya saat ini lagi musim mangga

“ah, kamu ada – ada aja, mana ada jambu air sekarang” jawab saya

“pokoknya cariin jambu air!” cetok.. cetok.. bunyi talenan semakin keras terdengar

Daripada suasana semakin runyam, akhirnya saya turuti. Sore itu kami keluar bersama mencari buah bergenus Syzygium ini  (efek punya istri lulusan Biologi)

Setu Babakan Rasa Ranu Kumbolo

Well, daripada jalan gag jelas dan belum tentu ketemu yang diinginkan, saya memutuskan untuk mengajaknya ke Setu Babakan.

Dua tahun yang lalu saya bersama teman – teman futsal kantor pernah mengunjungi Setu Babakan, meski masih berada di wilayah Jakarta namun suasananya masih sangat asri. Seingat saya banyak sekali pohon buah – buahan yang tumbuh disana. Dan semoga Jambu Air salah satunya.

Setu Babakan berada di wilayah Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Tidak begitu jauh dari rumah kontrakan kami di Jalan Benda.

Untuk memasaki kawasan Setu Babakan terdapat beberapa pintu masuk yang bisa dilalui, namun pintu masuk utama yang diberi nama Si Pitung berada di Jalan Muhammad Kahfi I.

Tak butuh waktu lama, kami sudah berada di pintu masuk Si Pitung. Nuansa Betawi begitu terasa ketika kami telah memasuki  area perkampungan Setu Babakan. Nampak rumah – rumah yang berdiri disini memiliki ornament khas Betawi.

Di kanan kiri jalan juga terdapat beberapa toko penjual souvenir kaos dengan tema Betawi serta oleh – oleh Khas Betawi seperti dodol dan Bir Pletok.

“eh bang, disebelah kanan ada yang jualan jambu air tuh” kata istri saya, benar – benar ngidam jambu air rupanya

“ya sudah, nanti aja. Pas pulang kita beli, sekarang kita cari makanan dulu, kan belum makan sedari siang tadi” dan rasa lapar pun mengalahkan rasa ngidam.

Setelah melewati perkampungan, kini kami telah berada di tepian Setu Babakan. Lumayan luas juga danaunya.

Di sepanjang tepian Danau Setu Babakan banyak sekali yang menjual makanan khas Betawi, saking banyaknya kami bingung mau makan apa. Jadinya kami survey terlebih dahulu untuk memilih mana yang kami mau.

Akhirnya pilihan pertama kami putuskan membeli Kue Rangi. Pernah dengar ga? Bagi anak – anak kelahiran 2000an mungkin ga kenal sama penganan asli Betawi ini, karena memang saat ini keberadaan orang yang menjual Kue Rangi sangat jarang sekali.

Tukang kue rangi yang sekarang sulit ditemukan

Kue Rangi terbuat dari campuran antara tepung kanji atau tepung sagu dengan parutan kelapa dan sedikit garam.

Cetakan kue rangi sama seperti dengan cetakan kue pancong, hanya saya cerukan yang digunakan lebih sempit dibandingkan yang digunakan untuk kue pancong. Seporsi kue rangi hanya dihargai Rp 5.000, cukup murah ditengah Jakarta yang keras ini.

Kue rangi sedang dimasak

Setelah matang dimasak, kue rangi disajikan dengan topping gula merah cair yang dicampur dengan tepung kanji.

Kue rangi selesai dimakan, istri saya doyan banget ternyata, soalnya buat dia ini pertama kalinya nyobain kue rangi.

Dari makanan ringan sekarang saatnya mencari makanan berat. Agak bingung juga milihnya karena banyak banget pilihannya. Ada ketoprak, nasi uduk, soto betawi, bakso laksa dll. Namun akhirnya pilihan jatuh kepada Kerak Telor.

Kerak Telor, ya makanan khas Betawi ini sama nasibnya dengan Kue Rangi, sudah jarang ditemukan di tengah keramaiannya Ibukota.

Bapak berpeci yang sedari tadi duduk termangu kini mulai sibuk memasak Kerak Telor pesanan kami, tangannya cekatan mencampur aneka bahan yang terdiri dari beras ketan putih, telur ayam, ebi yang disangrai kering.

Tungku yang digunakan untuk memasak Kerak Telor ini masih menggunakan tungku yang terbuat dari tanah liat dan kayu bakar yang menjadi bahan bakarnya. Begitu bagian dasar kerak telor dirasa sudah matang, bapak berpeci itu membalikan wajannya, kini giliran bagian atasnya yang dimasak.

Begitu matang seluruhnya ditambah lagi topping bawang merah goreng, kelapa sangrai, cabai merah, kencur, jahe, merica, garam dan gula pasir.

Seporsi kerak telor dan bir pletok

Kami makan sepiring berdua, bukan karena romantis, namun isi dompet saya saat itu tak cukup untuk membeli dua porsi. Curcol dikit lah ya.

Oh iya, sebagai teman makan Kerak Telor, saya membeli minuman yang juga khas Betawi yaitu Bir Pletok. Meski bernama bir namun minuman ini tidak beralkohol dan tidaklah memabukan, justru ia adalah minuman penyegar. Sangat kontras dengan namanya.

Bir pletok

Bir Pletok terbuat dari campuran beberapa rempah, yaitu jahe, daun pandan wangi, serai dan agar terlihat menarik ditambah dengan kayu secang sehingga bila disajikan dengan air panas akan berwarna merah.

Sore Menjelang

Angin sore menggetarkan ranting – ranting, menggugurkan dedaunan di tepian danau. Usai puas mengisi perut yang sedari tadi meronta. Kami beranjak menuju sisi danau lainnya dimana nampak tak seramai disini.

Dan benar saja, dari sisi yang satu ini, pemandangan danau Setu Babakan lebih terasa indah. Muka air yang tenang memantulkan apa yang ada di sekitarnya. Pepohonan, bangunan tinggi yang entah apa peruntukannya.

Angin yang tadi menggetarkan ranting kini perlahan berbisik lirih tapi entah hendak membisikan apa. Di sebelah saya, istri saya. Orang yang saya cintai nampak tersenyum memandang saya. Ia terus tersenyum tat kala memandang saya, tak peduli berapa isi rupiah yang ada. Ia selalu mengatakan, dimana pun berada asal dengan abang, ia bahagia.

Kami bersama menatap langit senja yang bertabur warna jingga yang alangkah melankolisnya.

Sore itu Setu Babakan serasa bagaikan Ranu Kumbolo.

About Author

client-photo-1
M. Catur Nugraha
Masih bekerja sebagai Naval Architect Engineer di salah satu perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konstruksi bangunan lepas pantai sejak tahun 2012. Kecintaan kepada kampung halamannya membuat ia memutuskan untuk mendirikan Jelajah Sumbar dengan tujuan memperkenalkan keindahan Bumi Ranah Minang ke khalayak ramai dan mengajaknya untuk berkunjung ke Sumbar. Ia sangat menyukai traveling. Perjalanan yang paling ia senangi antara lain mendaki gunung, trekking ke air terjun, dan berkemah di pulau – pulau kecil. Ia juga gemar menuliskan cerita perjalanannya dan memotret obyek yang ditemuinya. Cita – citanya : menjadikan Sumatera Barat dan Wisata Padang sebagai salah satu destinasi pilihan favorit bagi wisatawan lokal maupun wisatawan Internasional.

Comments

Leave a Reply

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.