Usai menyantab Sate Bundo Aurduri. Rencananya saya hendak mengajak bunda ke Teluk Bayur, menyaksikan panorama mentari tenggelam. Dari Aurduri kami melintasi Jalan Parak Laweh Pulau Aie, Lubuk Begalung. Ketika melintasi jalan tersebut, kami melihat sebuah kedai di pinggir jalan yang mengeluarkan asap yang menyeruak hingga ke tengah jalan. Ternyata, itu adalah kedai yang menjual penganan

Salah satu “ritual” yang selalu saya lakukan ketika pulang ke kampung halaman adalah makan sate Padang. “haiyah, di Jakarta juga ada tur!” begitu kata teman saya kebanyakan Tapi, makan Sate Padang di tempat asalnya rasanya lebih afdhol daripada makan Sate Padang yang ada di Ibukota walau secara garis besar lidah ini tetap berkata sama “enak”

Bapak paruh baya itu nampak tertatih – tatih berusaha terus mendorong gerobak kesayangannya. Di tiap sisi gerobaknya tertulis KUE RANGI BETAWI. Mendorong gerobak kini bukanlah perkara mudah baginya mengingat usianya yang tak lagi muda. Akhirnya bapak itu sampai di tempat biasanya ia mangkal. Sudah dua kali ditiap akhir pekan ini ini saya dan istri mengunjungi

Seminggu yang lalu istri saya ngidam jambu air, sehingga saya harus mencarinya hingga ke Setu Babakan. Minggu ini dia ngidam lagi dan ganti selera. Kali ini yang ia mau adalah masakan Aceh khususnya Keumamah. Waduh, apapula ini? Setahu saya di Jakarta, kuliner Aceh yang dijual umumnya Mie Aceh dan Martabak Aceh. Menemukan Jambo Kupi Saya

Sejak menikah, tubuh saya semakin berisi. Lho kok bisa? Ya, tentu saja. Istri saya orang Aceh, tepatnya Lhokseumawe. Saya sangat beruntung berjodoh dengannya. Istri saya pandai sekali memasak, semalam sebelum saya menuliskan cerita ini, saya dibuatkan Mie Caleuk yang disebut sebagai spaghetti ala Aceh. Rasanya enak banget, saya sampai nambah dua piring yang membuat perut